
Gorontalo, 28 Oktober 2025 — Dalam upaya memperkuat tata kelola pelayanan hukum dan meningkatkan kualitas profesi Notaris di Indonesia, Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Sulawesi Barat menyelenggarakan Diskusi Strategi Kebijakan dengan topik “Evaluasi Kebijakan tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris sebagai Upaya Mewujudkan Notaris yang Berkualitas & Berintegritas.”
Kegiatan ini dibuka dengan sambutan dari Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum Andry Indrady, yang menegaskan pentingnya forum kebijakan sebagai wadah refleksi dan penyempurnaan regulasi pelayanan hukum, khususnya dalam implementasi Permenkumham Nomor 19 Tahun 2019 tentang Notaris. Diskusi ini berfokus pada analisis dan evaluasi kebijakan untuk memastikan tercapainya pembinaan Notaris yang profesional, transparan, dan berintegritas.
Dalam paparannya, Muhammad Irsyadi Ramadhany dari Tim Analisis dan Evaluasi Kebijakan (AIEK) Kanwil Kemenkum Sulawesi Barat menyampaikan hasil studi yang menunjukkan bahwa Permenkumham Nomor 19 Tahun 2019 belum sepenuhnya efektif. Beberapa kelemahan yang disorot meliputi norma cuti yang tidak proporsional, beban PNBP yang dinilai memberatkan, serta lemahnya mekanisme pengawasan.
Sebagai rekomendasi, Tim AIEK mengusulkan revisi norma cuti dengan batas minimum lebih dari 3 hari kerja, penerapan prinsip fiktif positif untuk permohonan cuti, serta penguatan sistem pengawasan digital oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan Majelis Pengawas Wilayah (MPW).
Menanggapi hal tersebut, Dora Hanura dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) memaparkan bahwa sebagian masukan tersebut telah diakomodasi melalui Permenkum Nomor 22 Tahun 2025, yang menggantikan regulasi sebelumnya. Regulasi baru ini telah menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-XXII/2024 terkait perpanjangan masa jabatan Notaris hingga usia 70 tahun, serta memperkenalkan pembagian kategori daerah kerja Notaris (Daerah A dan B) sebagai dasar kebijakan PNBP dan pemerataan ketersediaan Notaris.
Sementara itu, Nurfaidah Said, akademisi dari Universitas Hasanuddin, menekankan pentingnya penguatan integritas dan moralitas Notaris sebagai pilar utama profesi hukum. Ia menyoroti perlunya penyempurnaan regulasi terkait cuti dan perpindahan Notaris agar tidak menimbulkan kerancuan etika, serta mendorong pengawasan yang lebih kuat di wilayah dengan jumlah Notaris terbatas.
Kegiatan ini turut diikuti secara daring melalui media Zoom Meeting oleh jajaran Pokja BSK Kanwil Kemenkum Gorontalo, yang dikoordinir oleh Penyuluh Hukum Madya, Muhamad Djaelani. Partisipasi ini menjadi wujud sinergi dan dukungan antarwilayah dalam memperkuat kebijakan pelayanan hukum berbasis evaluasi dan kolaborasi.
Secara keseluruhan, diskusi ini menegaskan bahwa meskipun telah diterbitkan Permenkum Nomor 22 Tahun 2025, upaya harmonisasi regulasi dan penguatan pengawasan digital masih menjadi fokus penting untuk mewujudkan Notaris yang berkualitas, berintegritas, dan menjamin kepastian hukum bagi masyarakat.
Melalui kegiatan ini, Kemenkum Sulawesi Barat menegaskan komitmennya untuk terus menghadirkan kebijakan hukum yang berpihak pada masyarakat, memperkuat profesionalisme aparatur hukum, dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap pelayanan hukum yang transparan, adaptif, dan berkeadilan.



